Powered By Blogger

Senin, 01 November 2010

Mbah Marijan : Makna Sebuah Kesetiaan (Belajar Tentang Kesetiaan)

Kesetiaan itu sudah jauh dari perilaku manusia modern yang lebih mengutamakan kepintaran dan logika dalam mengambil keputusan! Manusia lebih setia pada materi daripada isi nuraninya tentang kesetiaan!

Dipastikan bahwa Mbah Marijan yang selama ini kita kenal sebagai juru kunci Gunung Merapi dan juga bintang iklan minuman energi Kuku Bima telah pergi untuk selama-lamanya. Meninggal dalam posisi bersujud.

Beritanya sungguh menarik perhatiin kita semua, padahal Mbah Marijan hanyalah seorang juru kunci. Cuma yang membedakan adalah beliau dikenal sebagai juru kunci yang setia memegang amanat dari Sri Sultan HB IX, junjungannya. Dimana berani memegang kesetiaannya sampai akhir hayat. Tanpa rasa takut dan khawatir.

Atas meninggalnya Mbah Marijan, saya mendengar langsung atau membaca di media dan komentar beberapa tulisan ,ada yang bernada positif dan ada juga yang bernada negatif. Bahkan ada bernada menyindir melecehkan dan sinis.
Itu semua tentu kembali kepada kita dari sisi mana kita menilai apa yang dilakukan beliau.

Terlepas dari berbagai tanggapan dan komentar yang bernada miring dengan menggunakan nalar kepintaran kita. Bolehlah sejenak kita memahaminya dengan kelembutan hati kita dengan apa yang dilakukan beliau.

Boleh saja orang menilai Mbah Marijan sebagai sosok yang bodoh dengan memegang sebuah amanat yang sebenarnya dianggap sudah tidak penting. Tetapi didalam kebodohannya _ tepatnya saya bilang adalah keluguan dan kepolosan_ sesungguhnya terdapat yang namanya JIWA KESETIAAN. Kesetiaan kepada sebuah amanat yang orang yang dihormati, tanpa mendapatkan pamrih atau materi yang berlebihan.

Tentang kesetiaan, dalam masa kini, berapa banyak yang memilikinya? Kesetiaan sama halnya seperti kejujuran sudah menjadi barang yang cukup langkah.
Kesetiaan tidak berharga ketika harus berhadapan yang materi. Dengan berbagai pembenarannya, manusia bisa dengan mudah untuk menjadi tidak setia oleh materi, wanita, dan juga kepentingan.

Mungkin saya juga akan dicap bodoh _oleh sebagian orang_ sama seperti Mbah Marijan ketika menuliskan hal ini. Mau-maunya belajar kesetiaan kepada beliau. Tetapi saya yakin, saya tidak menyesal dalam hal ini.

Ketika orang-orang belajar untuk menjadi pintar kepada orang-orang yang dianggap pintar, namun saya lebih tertarik untuk belajar kepada orang yang dianggap bodoh untuk menjadi bodoh. Kadang-kadang kita memang perlu untuk belajar menjadi orang bodoh dalam pandangan orang pintar.

KESETIAAN sesungguhnya adalah salah satu sifat mulia yang dimiliki manusia. Dengan memiliki kesetiaan barulah layak kita disebut sebagai manusia. Tetapi sayangnya kesetiaan itu seakan-akan sudah menjauh dari diri kita.

Didalam sejarah Tiongkok, pada masa tiga negara dikenal jenderal yang bernama Cang Fei dan Penasehat yang bernama Zhu Ke Liang. Beliau berdua sampai saat ini mendapatkan penghormatan dari masyarakat tionghoa dimanapun berada karena pada masa hidupnya memiliki kesetiaan kepada negara.
Khususnya Cang Fei yang lebih dikenal sebagai Kwan Kong, sangat setia kepada rajanya, hingga sekarang menjadi tokoh yang sangat dihormati masyarakat tionghoa. Kemudian dibuatkan patung beliau untuk mengenang dan belajar tentang salah satu sifat mulia, yakni KESETIAAN!

Meminjam peristiwa kematian Mbah Marijan, bolehlah kita sedikit mengusik hati kita untuk bertanya, adakah kita masih memiliki jiwa kesetiaan? Adakah Setia kepada nurani, setia kepada nilai-nilai kehidupan, dan ajaran moral dari keyakinan kita?

Semoga membawa sebuah kesadaran dan nilai-nilai kehidupan daripada kita mencibir dan bicara dalam omongkosong sebagai bahan tertawaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar